Pengantar Telematika
Sebelum mengenal lebih jauh apa itu remote sensing, ada
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu Telematika?.
Telematika adalah singkatan dari Telekomunikasi dan Informatika. Istilah
telematika sering dipakai untuk beberapa macam bidang, sebagai contoh adalah:
a)
Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai
Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications
Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan
pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan
telekomunikasi.
b)
Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem
Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian
integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication
technology). Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang
kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics).
Jadi telematika itu sendiri dapat diartikan sebagai
sistem jaringan komunikasi jarak jauh dengan teknologi informasi yang lebih
mengacu kepada industri yang berhubungan dengan penggunakan komputer dalam
sistem telekomunikasi. Salah satu contoh telematika yaitu internet.
Istilah telematika juga sering dipakai untuk
beberapa macam bidang, seperti :
§ Integrasi
antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi
Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications
Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan
pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan
telekomunikasi.
§ Secara
umum, istilah telematika dipakai
juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global
Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi
berpindah (mobile communication technology).
§ Secara
lebih spesifik, istilah telematika dipakai
untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics).
Dalam telematika, ada yang disebut sebagai Computer Vision. Apa itu Computer Vision?
Watch and learn.
Computer Vision adalah ilmu dan teknologi mesin yang
melihat, di mana mesin mampu mengekstrak informasi dari gambar yang diperlukan
untuk menyelesaikan tugas tertentu. Sebagai suatu disiplin ilmu, visi
komputer berkaitan dengan teori di balik sistem buatan bahwa ekstrak informasi
dari gambar. Data gambar dapat mengambil banyak bentuk, seperti urutan video,
pandangan dari beberapa kamera, atau data multi-dimensi dari scanner medis.
Sedangkan sebagai disiplin teknologi, computer vision berusaha untuk
menerapkan teori dan model untuk pembangunan sistem computer vision.
Computer Vision didefinisikan sebagai salah satu cabang
ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang
diamati. Cabang ilmu ini bersama Artificial Intelligence akan mampu
menghasilkanVisual Intelligence System. Perbedaannya adalah Computer Vision lebih mempelajari bagaimana komputer dapat
mengenali obyek yang diamati. Namun
komputer grafik lebih ke arah pemanipulasian gambar (visual) secara digital.
Bentuk sederhana dari grafik komputer adalah grafik komputer 2D yang kemudian
berkembang menjadi grafik komputer 3D, pemrosesan citra, dan pengenalan pola.
Grafik komputer sering dikenal dengan istilah visualisasi data.
Computer Vision
adalah kombinasi antara :
§ Pengolahan
Citra (Image Processing), bidang yang berhubungan dengan proses transformasi
citra/gambar (image). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra
yang lebih baik.
§ Pengenalan
Pola (Pattern Recognition), bidang ini berhubungan dengan proses identifikasi
obyek pada citra atau interpretasi citra. Proses ini bertujuan untuk
mengekstrak informasi/pesan yang disampaikan oleh gambar/citra.
Beberapa
aplikasi yang dihasilkan dari Computer Vision antara lain :
1. Psychology,
AI
2. Optical
Character Recognition
3. Remote
Sensing
4. Medical
Image Analysis
5. Industrial
Inspection
6. Robotic
Baiklah. Setelah berbasa-basi, saatnya menuju topik
utama. Topik utama nya adalahRemote Sensing dimana pembahasannya akan lebih
dipersempit ke bidang perikanan. Berikut pembahasannya.
Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh / Inderaja) di Bidang
Perikanan
Sebagaimana
diketahui bahwa dua pertiga bagian dunia adalah lautan, begitu pula dengan
wilayah Indonesia terdiri dari 62% ( ± 3,1 juta km2) berupa laut dan daerah
pesisir. Karena negara Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, mempunyai
karakteristik yang unik karena di wilayah perairan tersebut sering terjadi
interaksi antara massa air yang datang dari Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik. Pertemuan massa air dari kedua samudera tersebut terdapat pada
daerah-daerah wilayah perairan laut Indonesia.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia menghadapi
beberapa kendala, contohnya antara lain kondisi masyarakat pesisir, khususnya
nelayan yang masih termarginalkan, adanya gejala overfishing di beberapa
wilayah perairan, atau adanya pencurian ikan oleh armada nelayan asing. Dan
bila dicari hubungan dari beberapa kasus tersebut tampaknya dapat ditarik
benang merah antara kemiskinan nelayan dan gejala overfishing serta pencurian
ikan, yang antara lain disebabkan kurangnya informasi atau ketidak tahuan
nelayan mengenai daerah-daerah surplus perikanan yang sifatnya sudah tentu
sangat seasonable dan conditional. Kurangnya informasi ini menyebabkan terjadinya
rutinitas penangkapan ikan pada areal yang sama, sementara di lain tempat
nelayan asing yang sudah mempunyai informasi yang handal menangkap ikan di
daerah yang surplus yang seharusnya menjadi hak nelayan lokal. Tidak bisa
dipungkiri peran iptek sangat kental sekali disini, dimana tanpa adanya
dukungan iptek yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari
lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Oleh karena itu,
tulisan ini mencoba mengkaji dukungan teknologi yang menyangkut informasi
kepada nelayan lokal, sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti wilayah
perairan yang surplus ikan.
Teknologi ini
antara lain adalah teknologi penginderaan jauh atau remote sensing, suatu
teknologi yang telah banyak digunakan negara-negara maju, seperti armada
perikanan jepang, untuk pengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan
mereka. Teknologi pada dasarnya memanfaatkan gejala alam, yang dengan akal
pikiran manusia dapat diterjemahkan ke dalam suatu bentuk iptek (pengetahuan),
yang digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan umat manusia, khususnya
nelayan. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat kontribusi
fenomena alam pada perkembangan teknologi remote sensing (penginderaan jauh /
inderaja), serta bagaimana dukungan teknologi ini terhadap produktivitas
perikanan. Karena pada prinsipnya adanya teknologi inderaja ini diharapkan
dapat memperluas informasi perikanan kepada nelayan sehingga kesejahteraannya
kehidupannya dapat ditingkatkan.
Dalam kaitannya
dengan teknologi inderaja, fenomena merambatnya (propagation) energi matahari
ke bumi dan reaksi dari obyek-obyek di bumi terhadap energi matahari tersebut
(obyek di bumi dapat memantulkan/reflected, memancarkan/emitted,
mengalirkan/transmitted maupun menyerap/ absorbed energi matahari yang datang
padanya), menjadi unsur utama yang harus ditelaah dan dapat membuahkan ilmu.
Selain itu, angkasa luar beserta fenomenanya, yaitu tidak adanya gaya
gravitasi, karakteristik planet-planet di alam semesta maupun perputaran bumi
pada porosnya membuat manusia menciptakan satelit yang mengorbit di angkasa
luar, sama seperti planet-planet di alam tersebut. Kemudian untuk menghubungkan
fenomena energi matahari dengan perkembangan teknologi satelit ini, manusia
menciptakan alat optik yang diletakan pada satelit dan dapat merekam energi
matahari yang dipantulkan (reflected) , diserap (absorbed) maupun di pancarkan
(emitted) oleh obyek-obyek di bumi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan
teknologi inderaja optik (optical remote sensing) yang antara lain dapat
menggunakan wahana satelit sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan
satellite remote sensing. Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu
pada kaidah bahwa energi matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi
ini berada pada kisaran gelombang elektromagnetik tertentu (sebagaimana
dijelaskan pada Gambar 1).
Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan
dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi
(scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat
berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap
(absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data
yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini yang
direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan
sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai digital (digital value)
saat disimpan pada computer compatible tape (CCT) untuk pemanfaatan lebih
lanjut (lihat Gambar 2).
Energi elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan
maupun di pancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung pada
karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Keadaan ini menunjukan
bahwa setiap obyek dibumi mempunyai spectral respond (reaksi spektral) yang
berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam sistim inderaja melalui sistim
sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral sensitivity (kepekaan terhadap
spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya data inderaja. Adapun
karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama di permukaan bumi, yaitu
tumbuhan, tanah dan air dapat dilihat pada Gambar 3.
Dengan mengacu pada fenomena alam yang menunjukan adanya
karakteristik obyek di bumi yang sangat spesifik dalam merespond energi
matahari (yang berada pada spektrum elektromagnetik), yang antara lain
ditunjukan pada gambar 3. Dapat dilihat peranan spektrum tampak mata (visible
spectrum) untuk sumberdaya kelautan, yang ditunjukan oleh kurva reflectancenya
pada tubuh air. Spektrum ini mempunyai panjang gelombang berkisar antara
0.4-0.7 um, yang terdiri dari spektrum tampak mata biru (visible blue) dengan
panjang gelombang 0.4–0.5 um, spektrum tampak mata hijau (visible green) dengan
panjang gelombang 0.5–0.6 um dan spektrum tampak mata merah (visible red)
dengan panjang gelombang 0.6–0.7 um (Jensen, 1986; Lillesand and Kiefer, 1987;
Swain and Davis, 1978).
Kemampuan merambat (propagation) di dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak
mata tersebut dan reaksi spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata
biru (visible blue) mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana
gelombang ini dapat menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken,
1992). Gelombang tampak mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat
(propagation) yang lebih pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan
gelombang tampak mata biru (visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata
merah (visible red) merupakan gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan
kolom air. Di dalam kolom air gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi
maupun transmisi. Dan apabila gelombang ini berinteraksi dengan materi yang
berada di dalam kolom air barulah akan terjadi refleksi yang nilainya akan
direkam oleh sensor pada satelit.
Adapun kaitan antara fenomena alam dari gelombang elektromagnetik
ini dengan perikanan pada prinsipnya mengacu pada pangkal dari semua bentuk
kehidupan dalam laut, yaitu aktivitas fotosintetik tumbuhan akuatik. Dimana
dengan menggunakan bantuan energi cahaya matahari, dapat mengubah
senyawa-senyawa anorganik menjadi senyawa organik yang kaya energi dan dapat
menjadi sumber makanan bagi semua organisme laut (Nybakken, 1992). Diantara
semua tumbuhan akuatik fitoplanktonlah yang mengikat sebagian besar energi
matahari, dan menjadi dasar (level pertama) terbentuknya rantai makanan dalam
ekosistem bahari, dan sangat penting keberadaannya bagi semua penghuni habitat
bahari (Nybakken, 1992; Dupouy, 1991). Pada dasarnya fitoplankton terdiri dari
alga yang berukuran mikroskopik yang berisikan pigment fotosintetik berwarna
hijau, dan biasa disebut sebagai klorofil (Dupouy, 1991). Klorofil yang
berwarna hijau inilah yang pada dasarnya menjadi sumber informasi perikanan
laut karena keterkaitannya yang erat dengan produktivitas primer perikanan,
sehingga dapat disimpulkan dimana terdapat konsentrasi klorofil yang tinggi
disitu terdapat juga konsentrasi biota atau ikan laut yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan inderaja, klorofil merupakan obyek yang mudah dianalisa
untuk memprediksi potensi perikanan laut. Karena unsur ini akan menyerap
gelombang tampak mata biru dan memantulkan gelombang tampak mata hijau secara
kuat. Sehingga ketika terjadi peningkatan kandungan klorofil, dapat dilihat
adanya peningkatan energi yang dipantulkan oleh gelombang tampak mata hijau,
dan penurunan pantulan gelombang tampak mata biru yang signifikan (Gambar
4)(Swain and Davis, 1978).
Contoh dari penerapan karakteristik spektrum tampak mata
(visible spectrum) untuk memprediksi produktivitas laut (marine productivities)
melalui konsentrasi klorofil salah dapat dilihat pada gambar 5. Dimana warna
hijau tampak sebagai reaksi dari spektrum tampak mata hijau yang berinteraksi
dengan Klorofil dan warna biru merupakan reaksi dari laut yang berinteraksi
dengan spektrum tampak mata biru, yang dalam penelitian ini kedua unsur
tersebut diberi warna berbeda, yaitu hitam kecoklatan untuk laut dalam, biru
untuk konsentrasi klorofil rendah dan hijau untuk konsentrasi klorofil tinggi.
Akan tetapi, fitoplankton atau klorofil umumnya hanya menghuni suatu lapisan
air permukaan yang tipis dimana terdapat cukup cahaya matahari, dan mempunyai
suhu yang relatif homogen. Sedangkan zat hara anorganik yang dibutuhkan
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak terletak pada zona fotik yang
terdapat jauh dari permukaan dengan suhu yang berbeda jauh (lebih dingin)
dengan suhu permukaan. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengangkat
massa air yang kaya akan hara ini ke permukaan sehingga dapat bercampur dengan
massa air permukaan dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan
berkembang (Nybakken, 1992). Dalam hal ini perpindahan massa air ke atas
(upwelling), arus-arus divergensi dan arus-arus khusus, yang menyebabkan
terjadinya fenomena front dan eddie di laut, dapat memindahkan dan mencampurkan
kedua massa air yang berbeda suhu tersebut dengan bantuan kekuatan angin.
Upwelling merupakan penaikan massa air laut dingin dan kaya nutrien ke lapisan
di atasnya (Longhurst, 1988).
Front merupakan pertemuan dua massa air yang berbeda
karakteristiknya, misalnya pertemuan antara massa air laut Jawa yang agak panas
dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin dan ditandai dengan gradient
suhu permukaan laut yang sangat jelas pada kedua sisi front (Hasyim dan Salma,
1998). Berikut ini merupakan gambaran dari proses terjadinya upwelling (Gambar
6).
Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan
pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan
melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas
pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi
klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut
disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan
terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah
upwelling. Sedangkan eddie merupakan gerakan air berpusar searah arus yang
disebabkan adanya pertemuan massa air panas dan dingin sehingga dapat tercipta
cold ring (cold eddie) dan warm ring (warm eddie) (Gambar 7) (Longhurst, 1988).
Upwelling, front dan eddie merupakan perangkap zat hara dari kedua massa air
yang berbeda suhu tersebut sehingga dapat merupakan feeding ground bagi
jenis-jenis ikan pelagis dan juga dapat menjadi penghalang bagi pergerakan
migrasi ikan karena pergerakan airnya yang sangat cepat dan bergelombang besar
(Hasyim dan Salma, 1998). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stok ikan
di ketiga tempat tersebut dan menjadi tempat yang ideal untuk penangkapan ikan
jenis pelagis. Dengan demikian suhu dapat menjadi salah satu paramater yang
dapat dimanfaatkan oleh sistim inderaja untuk menduga stok ikan, yaitu dengan
menggunakan gelombang thermal. Karena obyek di bumi, termasuk tubuh air, juga
merupakan sumber radiasi, dimana obyek yang mempunyai suhu di atas nilai
absolut 0oC akan memancarkan energi panas ke atmosfir (Lillesand and Kiefer,
1987). Energi inilah yang ditangkap oleh sensor thermal pada satelit untuk
diterjemahkan menjadi nilai digital pada citra satelit.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil
tangkapan kan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan
informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah
potensi penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan
untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada
dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan,
sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Oleh karena itu,
informasi mengenai daerah potensi penangkapan ikan sangat diperlukan dalam
pembangunan sektor perikanan, khususnya bagi kegiatan penangkapan ikan.
Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan survei, eksplorasi dan
penelitian-penelitian dengan menelaah karakteristik serta variabilitas dari
parameter oseanografi. Pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan
sumberdaya hayati laut memerlukan penggunaan serial data dalam selang waktu
observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan atau tahunan). Dari citra suhu
permukaan laut (SPL) multitemporal dapat diperoleh informasi tentang pola
distribusi SPL dan upwelling atau front yang merupakan daerah potensi ikan.
Dari citra klorofil-a dapat diperoleh informasi konsentrasi fitoplankton
(mg/m3) dengan nilai yang diwakili oleh degradasi warna yang berbeda. Diagram
alir untuk analisis daerah potensi perikanan disajikan pada Gambar 8.
KESIMPULAN :
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang
berkembang melalui penelaahan fenomena-fenomena alam dan adanya keinginan untuk
memperoleh informasi global mengenai kondisi bumi pada umumnya dan perikanan
pada khususnya. Terlebih lagi perikanan laut umumnya mencakup daerah yang luas,
remote (jauh) dan sulit diamati manusia tanpa adanya bantuan teknologi. Sehingga
dengan mempelajari fenomena alam, pada akhirnya dapat mengembangkan teknologi
satelit sebagai salah satu wahana yang dapat digunakan untuk menempatkan sensor
inderaja, sehingga dapat diperoleh informasi yang global mengenai kondisi
perikanan laut nasional maupun internasional. Teknologi ini dapat menyumbangkan
informasi secara kontinu kepada armada nelayan nasional mengenai daerah potensi
perikanan tangkap. Dengan kata lain produktivitas perikanan nasional dapat
ditingkatkan melalui perkembangkan teknologi ini.
Sumber :
FITRIA PRATIWI
12110849
4 KA 21