ILMU PENGETAHUAN DASAR
PENGERTIAN ISD
ISD adalah suatu pengetahuan yang mempelajari dan menelaah masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat,khususnya di masyarakat Indonesia yang merupakan gabungan dari bahasan ilmu-ilmu sosial
lainnya seperti:Sejarah,Ekonomi,Antropologi,Geografi,Sosiologi,dll
ISD juga merupakan suatu program yang di tujukan untuk kepentingan pendidikan,dengan ada nya ISD diharapkan mahasiswa bisa lebih memahami,mempelajari,dan berfikir kritis dalam menyikapi masalah masalah sosial yg terjadi.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dasar - Dasar Ilmu
1. Pendahuluan
Secara khusus, manusia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan makhluk atau benda mati lain di bumi ini. Manusia adalah makhluk berfikir yang bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai pembuat alat karena sadar keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen (homo feber), manusia mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat (homo sasious) dan berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha (homo economicus) serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious); sedangkan binatang memiliki daya fikir terbatas dan benda mati (anorganis) cenderung tidak memliki perilaku dan tunduk pada hukum alam.
Keunggulan manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab makin menjulang oleh ketekunannya memantau berbagai gejala dan peristiwa seantero alamnya. Konsekuensinya, manusia tidak lagi menemukan kenyataan sebagai sesuatu yang selesai, melainkan sebagai peluang yang membuka berbagai kemungkinan. Bagi manusia, setiap kenyataan mengisyaratkan adanya kemungkinan. Transendensi manusia terhadap kenyataan yang detemuinya sebagai pembuka berbagai kemungkinan itu merupakan kemampuannya yang paling mendasari perkembangan pengetahuannya. Tentu saja tiap pengalaman meninggalkan jejak berupa pengetahuan (knowledge). Pada manusia himpunan pengetahuan tersebut tidak pernah selesai dan memungkinkan adanya penjelajahan lebih lanjut. Penjelejahan yang tak kunjung berakhir inilah yang kemudian meningkatkan pengetahuan manusia sampai pada perwujudannya sebagai ilmu (science).
Penguasaan ilmu tidak lagi menjadikan manusia sekadar makhluk yang harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya tanpa pilihan. Sebaliknya, penguasaan ilmu menjadikan manusia sanggup melakukan rekayasa terhadap alamnya demi kepentingan hidupnya. Kepentingan itu bukan hanya terkait pada kebutuhan (needs) untuk bertahan hidup, melainkan juga untuk mencapai berbagai keinginan (wants) yang nyaris tanpa batas. Oleh karena berkembangnya ilmu karena adanya kuriositas dan aspek-aspek lain di atas, maka untuk memperkuat analisis sesuatu gejala secara komprehensif, maka diperlukan pemahaman terhadap dasar-dasar ilmu itu sendiri.
2. Definisi Ilmu
Kata “ilmu” merupakan terjemahan dari kata science, yang secara etimologis berasal dari kata latin scinre, artinya to know. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan obyektif. Harold H. Titus mengartikan ilmu (science) sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode-metode observasi, yang teliti dan kritis. Menurut Prof. Dr. Mohammad Hatta, tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam.
Prof. Dr. A. Baiquni merumuskan bahwa science merupakan general consensus dari masyarakat yang terdiri dari para scientist. Sedangkan Prof. Drs. Harsojo menyatakan bahwa ilmu itu adalah:
a. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan.
b. Suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
c. Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dan bentuk: “Jika…, maka…!”
Jadi ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara obyektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi dan analisis. Ilmu itu obyektif dan mengesampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena dimulai dengan fakta, ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif.
3. Ontologi
Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu On/ Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang mebahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Term ontologi pertama kali dipopulerkan oleh Rudolf Goclenius pada 1636 M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis yang dalam perkembangannya dibagi menjadi dua yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan untuk istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi dan teologi.
Ontologi merupakan salahsatu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini?. Pertamakali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Wacana mengenai hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah. Pembahasan mengenai ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Ontologi berusaha mencari ultimate reality, yaitu inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Secara substansial, di pemahaman ontologi dapat ditemukan pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
3.1 Monoisme
Monoisme yaitu paham yang menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Paham ini kemudian terbagi kedalam dua aliran:
a. Materialisme
Materialisme menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering pula disebut dengan naturalisme, namun sebenarnya ada sedikit perbedaan. Dari segi dimensinya, paham ini sering dikaitkan dengan teori atomisme. Pemikiran ini dipelopori oleh Thales (624-546SM), Anaximander (585-528SM) dan Demokritos (460-370SM).
Dalam perkembangannya, paham ini timbul dan tenggelam diwarnai kehidupan filsafat dan agama. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikaat adalah:
Ø Pada pikiran sederhana, yang kelihatan dan yang dapat diraba dijadikan kebernaran terakhir.
Ø Penemuan-penemuan menunjukkan kebergantungan jiwa pada badan.
Ø Secara historis, manusia memang bergantung pada benda.
b. Idealisme
Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beragam itu berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Alasan-alasan aliran ini berpendapat demikian adalah:
Ø Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia.
Ø Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
Ø Materi adalah kumpulkan energi yang menmpati ruang.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato (428-348SM) dengan teori idenya. Menurutnya, seluruh yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Tokoh-tokoh aliran ini di antaranya Aristoteles (384-322SM), George Berkeley (1685-1753M), Immanuel Kant (1724-1804M), Fichte (1762-1814M), Hegel (1770-1831M) dan Schelling (1775-1854M).
3.2. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Tokoh-tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650M), Benedictus De Spinoza (1632-1677M) dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716M).
3.3. Pluralisme
Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh-tokoh aliran ini di masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles. Sedang tokoh modernnya William James (1842-1910M).
3.4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Dick Hartoko mendefinisikan nihil=ketiadaan: tak ada sesuatu yang ada, yang benar, yang berharga.
Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev. Namun doktrin nihilisme sudah ada pada pandangan Gorgias (483-360SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas dapat diketahui, ia tidak dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini Friedrich Nietzsche (1844-1900M).
3.5. Agnostisisme
Kata Agnotisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti Unknown. A artinya not, Gno artinya know. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Menurut Dick Hartoko, Agnotisisme sama dengan skeptisisme menyangkal bahwa hakikat sesuatu dapat diketahui (melawan pengetahuan metafisik), apalagi pengetahuan mengenai adanya Tuhan dan sifat-sifatnya. Agnotisisme hanya menerima pengetahuan inderawi dan empirik. Tidak menerima adanya analogi. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Soren Kierkegaard (1813-1855M), Heidegger, Sartre dan Jaspers.
4. Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
4.1. Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil obeservasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut Dick Hartoko, induksi berasal dari bahasa latin inducere yang berarti mengantar ke dalam, yang secara sederhana merupakan suatu metode, khusus dalam ilmu alam, yang menuju dan menyimpulkan sebuah hipotesa umum dengan berpangkal pada sejumlah gejala sendiri-sendiri. Tokoh-tokoh teori ini adalah David Hume, Baco d. Verulam dan John Stuart Mill.
4.2. Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
4.3. Metode Positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian, metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang gejala-gejala saja. Tokohnya adalah August Comte (1798-1857M).
4.4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi yang dapat diperoleh dengan berkontemplasi. Tokohnya adalah Al-Ghazali.
4.5. Metode Dialektis
Dialektis atau dialektika berasal dari bahasa Yunani Dialektike yang berarti cara/metode berdebat dan berwawancara yang diangkat menjadi sarana dalam memperoleh pengertian yang dilakukan secara bersama-sama mencari kebenaran. Tokohnya adalah Hegel yang dalam dialektika disini berarti mengompromikan hal-hal mengenai tesis, anti tesis dan sintesis.
5. Aksiologi
Aksiologi berasal dari perkataan Axios (Yunani) yang berarti nilai dan Logos yang berarti teori. Jadi aksiologi secara sederhana merupakan teori tentang nilai. Jujun S. Sumantri mengatakan bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Sedangkan menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio politik.
Permasalahan yang utama dalam aksiologi adalah mengenai nilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalah etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Dihadapkan dengan masalah nilai moral dalam ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berdaskan nilai-nilai moral. Dari dua pendapat golongan di atas, kelihatannya netralitas ilmu terletak pada epistemologinya saja, artinya tanpa berpihak kepada siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Tanpa ini seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang momok yang paling menakutkan.
Oleh karena itu, solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai adalah harus ada transendensi bahwa ilmu pengetahuan terbuka pada konteknya, dan agamalah yang menjadi konteks itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yaitu memahami realitas alam dan memahami eksistensi Allah, agar manusia sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan “melulu” pada kemudahan-kemudahan material duniawi. M. Saekhan Muchith mencontohkan bahwa dari proses penurunan ayat-ayat Al Quran tentang hukum lebih banyak diturunkan di Madinah yang relatif sudah ada perkembangan peradabannya. Ini berarti mengandung makna bahwa semakin tinggi tingkat perkembangan peradaban manusia harus segera diikuti dengan aturan atau hukum yang bisa menjamin rasa keadilan masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa solusi yang diberikan Al Quran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudharat.
6. Kesimpulan
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Dasar-dasar ilmu mencakup tiga aspek, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Jujun S. Suriasumantri mengatakan, untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan lainnya maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui jawaban dari ketiga pertanyaan ini maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia. Hal ini memungkinkan kita mengenali berbagai pengetahuan yang ada seperti ilmu, serta meletakkan mereka pada tempatnya masing-masing yang saling memperkaya kehidupan kita.
Olehnya itu, pengusaan konsep-konsep ontologi, epistemologi dan aksiologi sebagai dasar ilmu pada tempatnyalah untuk selalu diperhatikan. Hal ini disebabkan karena adanya kuriositas dan kebutuhan manusia itu sendiri menjadikan ilmu sebagai sesuatu yang menjadi keniscayaan untuk dikembangkan.
Sumber : http://zulhamhafid.wordpress.com/2008/06/29/dasar-dasar-ilmu/
Ilmu Alam
Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu obyek yang dipelajari oleh ilmu alam
Ilmu alam (Inggris:natural science) atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun [1].
Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11)
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA).
Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti[2].
Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta).
ilmu yang ada saat ini juga sangat tergantung pada manusianya sendiri karena di Indonesia terdiri dari banyak kultur, contohnya sebagai berikut :
Dipengaruhi kuat oleh irasionalitas seperti agama, tradisi, keyakinan dan peristiwa sejarah masa lampau. Ini jadi dasar pemikiran ilmiah menjawab pertanyaan dasar kehidupan (asal dunia, mengapa dunia ada, apa isinya, dan ke mana dunia bergerak)
Dalam ajaran Islam, baik dalam ayat Qur’an maupun hadits, bahwa ilmu pengetahuan paling tinggi nilainya melebihi hal-hal lain. Bahkan sifat Allah Swt adalah Dia memiliki ilmu yang Maha Mengetahui. Seorang penyair besar Islam mengungkapkan bahwa kekuatan suatu bangsa berada pada ilmu. Saat ini kekuatan tidak bertumpu pada kekuatan fisik dan harta, tetapi kekuatan dalam hal ilmu pengetahuan. Orang yang tinggi di hadapan Allah Swt adalah mereka yang berilmu.
Mohammad Hatta. Definisi ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya (apabila dilihat dari luar), maupun menurut hubungannya (jika dilihat dari dalam).
Dari pernyataan Mohammad Hatta dan Harsojo tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ilmu itu bersifat:
1. Berdiri secara satu kesatuan.
2. Tersusun secara sistematis.
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data).
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
5. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat dimengerti dan dipahami maknanya.
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
7. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya.
Syaikh Ali Hasan al-Halabi. Sebagian besar manusia menjalani kehidupan mereka dalam keadaan sakit, bingung dan tersesat. Mereka mencari obat untuk menyembuhkan penyakit mereka namun tidak mereka dapati, mereka melihat kejalan yang mereka lalui, namun mereka tidak dapat membedakan! Padahal obat ada didepan mereka, ada di antara dua tangan mereka, obat tersebut adalah ilmu.
Imam adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H). Barangsiapa sakit hatinya tertimpa keraguan dan was-was semua itu tidak akan hilang kecuali dengan bertanya kepada ahli ilmu. Hendaklah ia mempelajari kebenaran yang dapat menyingkirkan penyakit yang dideritanya.
Nabi Muhammad SAW bersabda.”ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan masuk kepada orang-orang yang bermaksiat” menyatakan bahwa ilmu merupakan cahaya atau pelita yang hanya bisa diterima oleh orang yang mempunyai hati yang bersih tanpa ada maksiat. Alkisah, di zaman itu hiduplah seorang ulama besar yang bernama Muhammad bin Idris yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi’i. Beliau adalah seorang ulama yang menguasai banyak ilmu pengetahuan. Suatu ketika, Imam Syafi’i bertemu seorang nenek-nenek kemudian berbicara sangat singkat. Sesampainya di rumah Imam Syafi’i mencoba menghafal hadis, namun ia merasa heran kenapa hafalannya tidak seperti biasanya. Datanglah ia ke rumah gurunya dan menjelaskan perkara yang ia hadapi. “Kamu telah bemaksiat” kata sang guru. Imam Syafi’i berpikir apa yang telah ia lakukan. Ternyata penyebabnya adalah ia telah berbicara dengan seorang nenek-nenek.
Dari cerita tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, ilmu itu tidak akan sampai kepada orang yang bermaksiat sekecil apapun.
Muncul mitos dan mitologi
√ Orang Yunani percaya dewa/dewi sebagai pelindung dunia dan manusia (ada 12 dewa di Olympus= Apollo, Zeus dll). Dibuat ritus untuk menghormati mereka dewa/dewi ini.
√ Mitos: berisi ceritera tentang asal usul dunia di masa lampau.
√ Lahirlah mitologi: ilmu yang mempelajari mitos-mitos. Namun jawaban mitos/mitologi tidak memuaskan manusia.Mulailah manusia berusaha mencari kenyataan terdalam dunia ini secara rasional. Ratio mengganti posisi mitos=mitologi. Maka lahirlah filsafat di Yunani yang terus diwarisi dunia ilmu pengetahuan hingga era dewasa ini.
Filsafat Pra-Sokrates
• Thales (air=dasar pemula segala sesuatu)
• Anaximander (apeiron=indefinite things)
• Anaximenes (udara=dasar segala ada)
• Pythagoras (nomor=asal mula segalanya)
• Heraclitus (yang abadi itu dinamika)
• Parmenides (Ada tidak berubah, statis)
• Empedocles: Penyatuan dan pemisahan air, tanah, udara, api. Awalnya cinta menyatukan mereka, namun benci akhirnya memisahkan mereka.
• Anaxagoras: ada sperma/benih tak berhingga yang disebutnya nous (kesadaran).
• Democritus (atom itu tak terbagi lagi, tak dapat dilihat namun terus bergerak)
•
Filsuf-Filsuf Klasik
• Sokrates: pengetahuan yang benar membawa orang kepada kebijaksanaan, metode dialog/wawancara: sarana penting untuk memperoleh pengetahuan.
• Plato: Ide/eidos merupakan isi pengetahuan. Namun juga harus tetap berpijak pada kenyataan. Tidak gampang mencapai eidos, perlu komitmen tinggi dengan pengerahan totalitas jiwa
Aristoteles:
4 karyanya:
❶Logika (Organon)
❷IPA (Phisica dan De Anima)
❸Metafisika
❹Filsafat Praktik (Ethica, politica, retorica, phoetica)
Filsafat Zaman Modern
Filsafat Ranaisance: fokus pada masalah kepribadian manusia (psikologi), usaha manusia menjadi otonom-mandiri lebih dominan, IPA dan sosial/humaniora melepaskan diri dari filsafat (ibunya).
Muncul Copernicus = heliosentris, Giordano Bruno = teisme/panteisme, Galileo-Galilei = merumuskan ilmu alam secara lebih ilmiah (termasuk meneguhkan heliosentris), Francis Bacon (wariskan pengamatan, eksperimen, pengaturan/susunan fakta-fakta).
Filsafat Zaman Pencerahan: optimisme akal (fisika dan matematika berkembang pesat). Muncul Newton = gravitasi bumi, W.G.Lebnitz = kebenaran faktual dan kebenaran pemikiran, Christian Wolff = mengembangkan filsafat moral dan teologi tapi tak ada hubungan dengan agama/mengarah ke Deisme, Gottfried Lessing = filsafat sejarah, seluruh sejarah dunia ada dalam Tuhan dan kembali kepada DIA, George Barkley = yang ada hanya pengamatan, tidak ada buah pikiran umum.
Kritik Pengetahuan (Immanuel Kant):
Fokus pada Filsafat Pengetahuan dan Etika.
Isi filsafatnya: Kritika Pengetahuan. Dengan mengkritik pengetahuan ilmiah (Kritik der reinen vernuft) manusia dapat menyadari nilai dan jarak jangkau pengetahuan manusia dan syarat-syarat pemikiran yang metafisik-ilmiah.
NAMA : FITRIA PRATIWI
NPM : 12110849
KELAS : 1 KA 21
0 komentar:
Posting Komentar