ASAL MULA THAILAND
Asal mula Thailand secara tradisional dikaitkan dengan sebuah kerajaan yang berumur pendek, Kerajaan Sukhothai yang didirikan pada tahun 1238. Kerajaan ini kemudian diteruskan Kerajaan Ayutthaya yang didirikan pada pertengahan abad ke-14 dan berukuran lebih besar dibandingkan Sukhothai. Kebudayaan Thailand dipengaruhi dengan kuat oleh Tiongkok dan India. Hubungan dengan beberapa negara besar Eropa dimulai pada abad ke-16 namun meskipun mengalami tekanan yang kuat, Thailand tetap bertahan sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh negara Eropa, meski pengaruh Barat, termasuk ancaman kekerasan, mengakibatkan berbagai perubahan pada abad ke-19 dan diberikannya banyak kelonggaran bagi pedagang-pedagang Britania.
Sebuah revolusi tak berdarah pada tahun 1932 menyebabkan dimulainya monarki konstitusional. Sebelumnya dikenal dengan nama Siam, negara ini mengganti namanya menjadi Thailand pada tahun 1939 dan untuk seterusnya, setelah pernah sekali mengganti kembali ke nama lamanya pasca-Perang Dunia II. Pada perang tersebut, Thailand bersekutu dengan Jepang; tetapi saat Perang Dunia II berakhir, Thailand menjadi sekutu Amerika Serikat. Beberapa kudeta terjadi dalam tahun-tahun setelah berakhirnya perang, namun Thailand mulai bergerak ke arah demokrasi sejak tahun 1980-an.
Sukhothai
Kerajaan Sukhothai adalah salah satu kerajaan tertua di Thailand yang berpusat di sekitar kota Sukhothai, berdiri sejak tahun 1238 sampai 1438. Sebelumnya wilayah kerajaan ini adalah bagian dari Kerajaan Khmer.
Pada puncak kejayaannya di bawah raja ketiga Ramkhamhaeng, Sukhothai diperkirakan terbentang dari wilayah yang sekarang termasuk Myanmar) sampai ke dalam wilayah Laos modern, serta ke arah selatan di Semenanjung Malaya. Setelah kematian Ramkhamhaeng, Sukhothai melemah dan berbagai kerajaan bawahannya mulai melepaskan diri. Pada tahun 1438, status Sukhothai berubah hanya menjadi sekedar provinsi dari Ayutthaya.
Ayutthaya
Kerajaan Ayutthaya didirikan pada tahun 1350 Raja Ramathibodi I (Uthong), yang mendirikan Ayyuthaya sebagai ibu kota kerajaannya dan mengalahkan dinasti Kerajaan Sukhothai pada tahun 1376. Dalam perkembangannya, Ayyuthaya sangat aktif melakukan perdagangan dengan berbagai negara asing seperti Tiongkok, India, Jepang, Persia dan beberapa negara Eropa.
Setelah melalui pertumpahan darah perebutan kekuasaan antar dinasti, Ayutthaya memasuki abad keemasannya pada perempat kedua abad ke-18. Di masa yang relatif damai tersebut, kesenian, kesusastraan dan pembelajaran berkembang. Perang yang terjadi kemudian ialah melawan bangsa luar. Ayyuthaya mulai berperang melawan dinasti Nguyen (penguasa Vietnam Selatan) pada tahun 1715 untuk memperebutkan kekuasaan atas Kamboja.
Meskipun demikian ancaman terbesar datang dari Burma dengan pemimpin Raja Alaungpaya yang baru berkuasa setelah menaklukkan wilayah-wilayah Suku Shan. Pada tahun 1765 wilayah Thai diserang oleh dua buah pasukan besar Burma, yang kemudian bersatu di Ayutthaya. Ayutthaya akhirnya menyerah dan dibumihanguskan pada tahun 1767 setelah pengepungan yang berlarut-larut.
Siam
Setelah serbuan Burma yang membumihanguskan ibukota Ayutthaya, Jenderal Taksin mendirikan kerajaan baru pada tahun 1769 yang beribukota di Thonburi (sekarang termasuk dalam Bangkok) dan menyatukan kembali bekas kerajaan Ayutthaya. Taksin kemudian dianggap gila dan dieksekusi tahun 1782, dan digantikan oleh Jenderal Chakri, yang menjadi raja pertama dinasti Chakri dengan nama Rama II. Tahun yang sama dia mendirikan ibukota baru di Bangkok, di seberang sungai Chao Phraya dari ibukota lama yang didirikan Jenderal Taksin. Pada tahun 1790-an Burma berhasil diusir dari Siam.
Para penerus Rama I harus menghadapi ancaman kolonialisme Eropa setelah kemenangan Britania di Burma tahun 1826. Pada tahun yang sama Siam menandatangani perjanjian dengan Britania Raya, dan tahun 1833 Siam menjalin hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat. Perjanjian Anglo-Siam 1909 menentukan batas-batas Siam dengan Malaya, sedangkan serangkaian perjanjian dengan Perancis mematok batas timur dengan Laos dan Kamboja.
Kudeta tahun 1932 mengakhiri monarki absolut di Thailand, dan mengawali munculnya kerajaan Thailand modern.
Thailand modern
Kudeta tahun 1932 mengubah Siam menjadi Thailand modern yang berupa monarki konstitusional. Perubahan nama dari Siam menjadi Thailand sendiri baru diumumkan Perdana Menteri Plaek Pibulsonggram (Phibun) pada tahun 1939. Pemerintahan Perdana Menteri Phibun ini ditandai dengan bangkitnya nasionalisme Thai.
Pada bulan Januari 1941, Thailand menginvasi Indocina Perancis, dan memulai perang Thai-Perancis. Thailand berhasil merebut Laos, sedangkan Perancis memenangkan pertempuran laut Koh-Chang. Perang tersebut berakhir lewat mediasi Jepang. Perancis dipaksa Jepang untuk melepaskan wilayah sengketa kepada Thailand.
Dalam perang dunia II Thailand memberi hak kepada Jepang untuk menggerakkan pasukannya dalam wilayah Thailand menuju Malaya, yang pada saat itu dikuasai Inggris. Pada bulan Desember 1941 Thailand dan Jepang menyetujui persekutuan militer yang berisi persetujuan Jepang untuk membantu Thailand untuk merebut kembali wilayah yang diambil Britania dan Perancis (Shan, Malaya, Singapura, sebagian Yunnan, Laos dan Kamboja). Sebagai imbalannya, Thailand akan membantu Jepang menghadapi Sekutu.
Setelah kekalahan Jepang,, Thailand diperlakukan sebagai negara yang kalah oleh Britania dan Perancis. Namun dukungan Amerika Serikat terhadap Thailand membatasi kerugian yang diderita Thailand. Thailand harus mengembalikan wilayah yang diperolehnya dari kedua negara Eropa tersebut, namun Thailand sendiri tidak diduduki. Thailand kemudian menjadi sekutu Amerika Serikat menghadapi ancaman komunisme dari negara-negara tetangganya.
Pada tahun 1967, bersama-sama dengan Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina, Thailand mendirikan ASEAN dan aktif sebagai anggota di dalamnya
Sumber : http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/03/21/sejarah-asal-usul-berdirinya-thailand/
FITRIA PRATIWI
12110849
2 KA 21